Di era digital, teknologi semakin mudah untuk diakses. Hal ini berdampak pada tuntutan untuk selalu update akan kabar terbaru dan posting konten secara rutin. Semakin meningkatnya akses terhadap media sosial, hal ini bisa menimbulkan digital guilt.

Definisi Digital Guilt

Fenomena digital guilt adalah perasaan bersalah atau tidak nyaman yang muncul ketika seseorang merasa terlalu banyak menghabiskan waktu untuk aktivitas digital. Hal ini membuat seseorang merasa tidak produktif atau melakukan hal-hal yang tidak penting.

Ini bisa terjadi setelah berlama-lama scrolling media sosial, marathon serial, atau bermain game. Fenomena ini terjadi pada banyak orang khususnya di era digital.

Penyebab Digital Guilt

Perilaku seperti menunda pekerjaan demi scrolling Tiktok tanpa henti, atau menunda waktu belajar demi main game bisa menimbulkan digital guilt. Berikut beberapa penyebab terjadinya digital guilt.

1. Kecanduan Gadget dan Media Sosial

Banyak aplikasi digital yang sengaja dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna. Fitur seperti infinite scroll, push notification, dan algoritma personal membuat banyak orang jadi sulit berhenti. Saat akhirnya, mereka tersadar dan kecewa karena kehilangan waktu berharga.

Setiap like, komentar, atau pesan baru bisa memberikan kepuasan bagi pengguna untuk terus kembali. Hal ini yang membuat banyak orang terus menunda kegiatan penting.

2. Produktivitas Berlebihan dan FOMO

Budaya saat ini banyak yang menyanjung produktivitas. Hustle culture menjadi tren yang banyak ingin dicapai orang saat ini. Sehingga saat seseorang menghabiskan waktunya untuk aktivitas hiburan yang tidak menghasilkan output nyata, rasa bersalah pun datang.

Selain itu, muncul juga tekanan FOMO ketika ketinggalan kabar terbaru, tren, atau koneksi sosial. Hal ini membuat dorongan untuk tetap terus online.

3. Tekanan Sosial 

Ketika melihat pencapaian orang lain di media sosial, seseorang bisa merasa minder dan rendah diri. Hal ini bisa menyebabkan orang tersebut menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Apalagi algoritma yang terus menampilkan hal serupa bisa makin memperparah.

Bukannya merasa termotivasi, hal ini bisa membuat seseorang kehilangan semangat dalam hidup dan akhirnya semakin tidak produktif.

Cara Mengatasi Digital Guilt

Digital guilt bukanlah hal yang sepele, hal ini harus segera diatasi jika kamu mulai merasakannya. Berikut beberapa cara mengatasinya.

1. Buat Batasan Akses Digital

Mulailah sadari kalau terlalu lama mengakses media sosial, kamu akan mengalami perasaan bersalah. Sebagai upaya kalau kamu peduli dengan keseimbangan hidup, cobalah pantau pola penggunaan gadget harian.

Kamu bisa gunakan fitur screen time di ponsel. Tentukan batas waktu untuk aplikasi tertentu dan ikuti dengan konsisten.

2. Menerapkan Digital Detox

Dunia digital seringkali membuat pusing dan tidak nyaman. Cobalah untuk mengambil jeda dari dunia digital secara perlahan-lahan. Hal ini bisa dimulai dengan “tanpa layar” selama satu jam sebelum tidur atau satu hari dalam seminggu tanpa gadget.

Digital detox bisa memberikan ruang bagi pikiran untuk kembali jernih dan memulihkan fokus. Ini bisa mengembalikkan semangat hidup dan produktivitas seseorang.

3. Ganti Kebiasaan Lama dengan Aktivitas Bermakna

Kamu bisa mengganti kebiasaan lama kamu dengan aktivitas yang lebih produktif dan bermakna. Dalam upaya menghindari gadget, melakukan aktivitas lain bisa efektif untuk mendistraksi perhatian kamu. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti membaca buku, memasak, atau olahraga.

Kegiatan ini lebih produktif dan bisa memberikan pencapaian yang nyata. Pada akhirnya, perasaan bersalah yang dialami akan berkurang.

4. Refleksi Diri

Di dalam budaya yang menjunjung produktivitas, tanpa sadar terkadang seseorang bersikap terlalu keras pada dirinya sendiri. Jika kamu terlanjur melakukan hal yang kurang produktif, akui dan terima saja dan inisiasi hal yang bisa dilakukan agar hari kamu tetap berarti.

Rasa bersalah bisa diredam dengan melakukan tindakan nyata untuk mencapai perubahan yang konsisten.

Kesadaran diri, disiplin, dan empati pada diri sendiri bisa menciptakan pemanfaatan yang lebih sehat dengan teknologi. Teknologi sebaiknya digunakan dengan bijak agar hidup tetap selaras.

Baca juga “Bahaya Doomscrolling untuk Emosi dan Pola Tidur”