“Pengepungan di Bukit Duri” adalah film yang berhasil mendapatkan lebih dari satu juta penonton dalam kurun waktu sepuluh hari. Film ini berlatar belakang dari peristiwa nyata yang terjadi di kawasan Bukit Duri, Jakarta. 

Film ini menceritakan tentang Sari, seorang ibu tunggal yang menyaksikan wilayah tempat tinggalnya perlahan-lahan dikepung oleh kebijakan penertiban kota. Bersama warga lainnya, mereka mencoba mempertahankan hal tempat tinggal mereka sebagai masyarakat kelas bawah.

Representasi Aktivisme dalam Narasi Visual dan Dialog

Beberapa adegan yang menunjukkan gerakan aktivisme terlihat dalam film ini. Berikut penjelasannya.

Simbol Perlawanan dalam Adegan Film

Kekuatan visual dalam film ini adalah penggunaan simbol. Poster-poster yang dipasang oleh warga, kain hitam yang dikibarkan di atap rumah, dan mural-mural tentang hak atas kota menjadi elemen yang menyuarakan protes para warga.

Simbol ini sangat penting karena menunjukkan kalau perlawanan tidak selalu berbentuk verbal, tetapi bisa melalui karya seni. Pilihan para warga untuk tetap tinggal meski ada ancaman penggusuran juga merupakan perlawanan yang kuat.

Pilihan Sinematografi

Gaya sinematografi yang digunakan cenderung realistis. Tidak ada kemewahan yang berlebihan, melainkan kejujuran visual. Komposisi frame yang terlihat padat, gang yang sempit, dan wajah warga yang lelah namun tidak menyerah.

Penggunaan pencahayaan natural dan suara yang realistis membuat penonton seakan menjadi bagian dari komunitas tersebut. 

Relevansi Film “Pengepungan di Bukit Duri” terhadap Isu Aktivisme Saat Ini

Film ini sangat relevan jika dikaitkan dengan kondisi kota-kota besar saat ini. Eksklusi terhadap warga miskin, reklamasi, dan privatisasi ruang publik menjadi persoalan bersama. Gerakan aktivisme saat ini sudah banyak bertransformasi di dunia digital, selain aksi fisik di lapangan, dan suara perlawanan.

Film ini dijadikan medium visual untuk menyampaikan kritik sosial secara halus namun mendalam. Pendekatan naratif yang ditawarkan oleh film ini tidak menggurui, tetapi mengajak penonton berpikir, dan bertanya. Film seperti ini membuktikan bahwa sinema bukan hanya alat hiburan, tetapi alat perjuangan yang kuat.

Menonton film seperti “Pengepungan di Bukit Duri” sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya keadilan sosial dan hak atas ruang hidup. Baca juga “Plot Twist dan Ending Gantung Jadi Formula Cerita Favorit Gen Z”