
Comparison culture semakin merebak di era digital saat ini, dengan maraknya unggahan liburan mewah, pencapaian akademik, atau kehidupan percintaan yang terlihat sempurna di media sosial. Padahal semua itu belum tentu sesuai dengan realitanya.
Apa Itu Comparison Culture?
Comparison culture adalah fenomena psikologis dan sosial ketika seseorang secara teratur membandingkan hidup, pencapaian, penampilan, atau hubungan pribadinya dengan orang lain, terutama melalui apa yang mereka lihat di media sosial.
Perbandingan ini bisa jelas atau tidak jelas, seperti merasa minder karena selebgram, merasa tidak cantik, atau bisa menjadi implisit, seperti merasa bahwa hidup orang lain lebih berarti karena mereka terlihat sibuk dan produktif.
Dampak Comparison Culture terhadap Kesehatan Mental Gen Z
Sayangnya, gen z adalah generasi yang sangat rentan mengalami comparison culture karena peran media sosial, tekanan sosial yang tinggi, dan fase pencarian jati diri. Berikut beberapa dampak yang bisa dialami gen z dari comparison culture.
1. Meningkatnya Kecemasan dan Depresi
Media sosial bisa menjadi hal yang sangat bermanfaat dan dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Tapi nyatanya, media sosial saat ini bisa menjadi sumber depresi yang dialami gen z. Unggahan di media sosial membuat gen z sering membandingkan dirinya dengan orang lain.
Gejala depresi, overthinking, dan FOMO juga tidak jarang terjadi. Padahal, unggahan yang ada di media sosial belum tentu sesuai dengan kenyataannya.
2. Masalah Kepercayaan Diri dan Body Image
Dampak paling nyata yaitu adanya gangguan pada citra tubuh atau persepsi seseorang terhadap tubuhnya sendiri atau ekspektasi tertentu akan tubuh yang ideal. Berkembangnya aplikasi edit dan filter membuat unggahan tampak selalu sempurna.
Banyak gen z yang merasa tubuhnya tidak layak dan tidak menarik, sehingga menimbulkan rasa insecure. Selain itu, ini dapat menimbulkan gangguan makan, kecanduan operasi plastik, hingga body dysmorphic disorder.
3. Perasaan Tidak Pernah Cukup
Standar sukses dan kebahagiaan menjadi tidak jelas ketika seseorang terus membandingkan diri dengan orang lain. Jika ada orang lain yang tampak lebih unggul, ia mungkin merasa gagal meskipun telah mencapai sesuatu.
Hal ini membuat orang tersebut merasa tidak pernah cukup dan adanya perasaan bahwa apapun yang kamu lakukan selalu terasa kurang.
Cara Menghadapi dan Mengatasi Comparison Culture
Memastikan stabilnya kesehatan mental adalah aspek yang penting untuk memastikan lancarnya kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi comparison culture yang tak terhindarkan.
1. Membangun Kesadaran Diri
Menggunakan media sosial dengan bijak adalah hal yang paling penting dalam era digital saat ini. Bijak menggunakan media sosial bukan hanya saat posting atau memproduksi konten, melainkan juga saat kamu mengkonsumsi konten.
Bangun kesadaran kalau yang selalu terlihat sempurna di media sosial itu belum tentu sesuai dengan realitanya. Sebaiknya kamu bisa menyaring konten yang ada dan menanggapinya dengan bijak.
2. Kurasi Media Sosial Secara Sehat
Kamu bisa menyaring informasi yang datang di media sosial agar menciptakan lingkungan yang sehat. Kamu sebaiknya mengikuti akun-akun yang membangun dan edukatif, menghindari akun yang memicu rasa iri atau minder, dan mengambil jeda dari media sosial jika merasa overwhelmed.
Selain itu, mengatur screen time agar waktu yang kamu habiskan dalam media sosial tidak berlebihan juga hal yang sangat penting.
3. Fokus pada Perjalanan dan Progres Pribadi
Setiap orang memiliki jalan hidup dan kesulitan mereka sendiri, yang penting bukan seberapa cepat sukses dicapai, tetapi cara prosesnya dilakukan. Membandingkan kehidupan orang lain dengan diri sendiri adalah hal yang tidak sehat sama sekali.
Membuat jurnal, membuat tujuan pribadi, atau membuat peta hidup dapat membantu kamu lebih bersyukur atas setiap langkah kecil yang kamu ambil.
Di era digital, perbandingan budaya mungkin sulit dihindari sepenuhnya, tetapi itu bisa dikelola. Untuk memberi gen z ruang aman untuk membangun identitas diri tanpa tekanan perbandingan, keluarga, sekolah, komunitas, dan media memiliki peran yang penting.
Baca juga “Bikin “Persona” di Sosial Media: Mana Versi Asli Diri?”