Dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang yang secara tidak sadar menggunakan belanja sebagai cara untuk melarikan diri dari perasaan buruk mereka. Fenomena ini disebut belanja impulsif sebagai coping mechanism

Coping mechanism adalah perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatur atau distract emosi negatifnya yang sedang dihadapi. Belanja impulsif sebagai coping mechanism bisa tampak menyenangkan pada awalnya, tetapi membawa risiko yang signifikan jika dibiarkan tanpa kendali.

Definisi Belanja Impulsif

Belanja impulsif mengacu pada perilaku seseorang yang membeli sesuatu secara mendadak tanpa perencanaan atau pertimbangan yang matang sebelumnya. Seseorang melakukan belanja impulsif bukan karena benar-benar butuh, melainkan untuk dorongan emosional sesaat.

Seseorang yang baru menghadapi hal negatif dalam hidupnya seperti direndahkan oleh atasan, bisa saja langsung membuka aplikasi belanja daring dan membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan. Bagi kebanyakan orang, hal ini bisa mengendalikan perasaan emosionalnya.

Kenapa Belanja Impulsif Bisa Menjadi Coping Mechanism?

Belanja adalah salah satu cara yang paling mudah, instan, dan efektif untuk mendapatkan rasa nyaman. Saat otak seseorang merasa sedih, cemas, atau lelah secara mental, mereka akan mencari pelampiasan untuk mendapatkan rasa  nyaman secara emosional.

Ketika seseorang membeli barang yang diinginkan, otak akan melepaskan dopamin, yaitu hormon kebahagiaan. Namun, efek dopamin ini bersifat sementara. Setelah kebahagiaan itu hilang, aktivitas belanja yang tak terkendali bisa menyisakan tumpukan tagihan atau rasa bersalah.

Rasa kebahagiaan ini bisa menghilangkan atau mendistraksi perasaan negatif yang sedang dihadapi orang tersebut untuk sementara waktu.

Dampak Negatif Belanja Impulsif

Walaupun tampak menyenangkan dan efektif untuk menghilangkan kesedihan, belanja impulsif sebagai coping mechanism menyimpan konsekuensi yang serius. Dampak buruk yang dialami bisa secara finansial maupun psikologis.

1. Masalah Keuangan

Dampak paling nyata dari kebiasaan belanja impulsif ini yaitu masalah finansial untuk jangka waktu yang panjang. Seseorang yang terus-menerus membeli barang tanpa perencanaan bisa berdampak pada habisnya anggaran bulanan lebih cepat.

Selain itu, kondisi ini bisa membuat kesulitan menabung atau memenuhi kebutuhan primer seseorang. Demi menutupi kebutuhan finansial, mereka bisa terjerat utang kartu kredit atau pinjol.

2. Kesehatan Mental Terganggu

Setelah efek senang dari kegiatan belanja hilang, orang tersebut akan merasa bersalah, kecewa, atau marah pada diri sendiri karena kebiasaan buruk tersebut. Masalah finansial yang muncul juga bisa memperburuk suasana.

Jika berulang, siklus ini dapat memperburuk gejala seperti kecemasan, depresi, atau rendahnya kepercayaan diri. Belanja impulsif yang berlebihan bisa menimbulkan masalah baru daripada solusi.

3. Ketergantungan untuk Belanja

Ketika belanja menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi tekanan, seseorang mulai mengalami ketergantungan emosional, yang mirip dengan kecanduan. Masalah ini bisa terus berlanjut jika coping mechanism tidak segera dialihkan ke hal yang lebih positif.

Aktivitas konsumtif menjadi reaksi otomatis setiap kali emosi negatif muncul, dan ini tidak lagi dilakukan dengan sadar. 

Cara Mengendalikan Belanja Impulsif

Belanja impulsif bukan hanya kebiasaan finansial, itu juga merupakan masalah emosional dan psikologis. Untuk mengendalikan perilaku ini, diperlukan strategi praktis, kesadaran diri, dan perubahan gaya hidup. 

1. Latih Kesadaran Emosional

Sebelum membeli suatu barang, lebih baik luangkan waktu sejenak dan pertimbangkan apakah kamu benar-benar membutuhkan itu saat ini. Renungkan bahwa uang itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk didapatkan, dengan begitu kamu bisa menjadi mindful dalam menggunakan uang kamu.

Langkah ini bisa membantu kamu menyadari kalau beberapa aktivitas belanja yang kamu lakukan bukan karena butuh, tetapi karena dorongan emosi seperti stres, kesepian atau bosan.

2. Buat Anggaran dan Catatan Belanja Harian

Coba susun anggaran yang realistis untuk kebutuhan pokok, hiburan, dan tabungan untuk mengelola finansial pribadi kamu. Gunakan aplikasi pengelola keuangan atau buku catatan untuk mencatat pengeluaran harian, memantau kebiasaan belanja, dan mengidentifikasi momen-momen impulsif.

Jika kamu sadar akan alur uangmu, semakin besar kendali yang kamu miliki. Finansial yang terkendali bisa membuat hidup lebih nyaman dan emosi semakin stabil.

3. Ubah Coping Mechanism

Daripada membiasakan coping mechanism yang merugikan kondisi finansial, lebih baik kamu alihkan emosi negatif yang dihadapi ke aktivitas yang lebih positif. Kamu bisa mendistraksi masalah kamu dengan melakukan olahraga, journaling, atau melakukan hobi yang kamu sukai.

Kamu bisa tetap menjaga keseimbangan emosi dengan mengenali diri sendiri lebih baik. Saat kamu memiliki gaya hidup yang konsumtif, itu bisa malah menjerumuskan kamu ke masalah yang lebih buruk.

Dalam jangka pendek, belanja impulsif mungkin terasa menyenangkan. Namun, jika menjadi mekanisme utama untuk menangani emosi negatif, itu dapat berubah menjadi kebiasaan yang merugikan. Sejatinya, kenyamanan sesungguhnya tidak datang dari barang yang kita beli, tetapi dari keseimbangan antara emosi, keuangan, dan kehidupan yang dijalani dengan sadar.

Baca juga ““Vibes” Anak Bungsu vs Anak Sulung: Kenapa Stereotip Ini Terasa Masuk Akal?”