Kebanyakan orang tumbuh besar di lingkungan keluarga dengan cerita yang khas. Anak sulung yang diharapkan dewasa lebih cepat dan si bungsu yang dimanja. Sedangkan, anak tengah sering kali merasa tidak terlihat. 

Istilah sindrom anak tengah (middle child syndrome) menjadi perhatian para gen z, apalagi dengan meningkatnya kesadaran kesehatan mental. Sindrom anak tengah terjadi ketika anak tengah cenderung merasa terabaikan atau tidak diprioritaskan dibanding saudaranya yang lain.

Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Sindrom Anak Tengah

Tidak semua anak tengah mengalami sindrom ini, tetapi banyak dari mereka yang tumbuh dengan pola perilaku dan perasaan yang menunjukkan luka emosional. Sindrom anak tengah dapat berdampak pada kepercayaan diri, hubungan sosial, dan bahkan pilihan hidup seseorang.

1. Tidak Pernah Merasa Cukup untuk Keluarga

Perasaan kalau apapun yang dilakukan tidak akan pernah cukup untuk membuat orang tua bangga adalah salah satu tanda yang paling mencolok. Anak tengah sering merasa berada di “bayang-bayang” adiknya, yang dianggap lebih manis dan disayangi, atau kakaknya, yang dianggap lebih dewasa dan bertanggung jawab.

Karena standar yang sudah ada dari kakaknya yang lebih tua, mereka mungkin dibesarkan dengan keyakinan bahwa kesuksesan mereka bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di sisi lain, karena perhatian keluarga sudah terlalu fokus pada anak lain, kegagalan mereka juga sering diabaikan.

2. Menyimpan Emosi dan Sulit Mengungkapkan Perasaan

Anak tengah sejak kecil belajar bahwa berbicara atau mengeluh justru membuat mereka terlihat lemah atau diabaikan. Mereka juga sering tidak merasa memiliki ruang yang aman untuk berbicara atau mencurahkan isi hati mereka. Akibatnya, banyak anak tengah yang tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan terbiasa menangani rasa sakit.

Saat dewasa, mereka mungkin kesulitan mengidentifikasi kebutuhan emosional mereka sendiri atau membuka diri pada orang lain. Karena mereka terlihat “dingin” atau tidak membutuhkan bantuan, hal ini dapat menyebabkan masalah dalam hubungan sosial.

3. Mencari Validasi dari Luar Keluarga

Anak tengah sering berusaha keras untuk membuktikan nilai dirinya di luar rumah karena tidak mendapat cukup validasi dari keluarga inti. Ini bisa dalam bentuk hubungan asmara, prestasi akademik, pengakuan di media sosial, atau pencapaian profesional. 

Sayangnya, pencarian validasi ini dapat berujung negatif. Anak tengah kehilangan validasi karena harga diri mereka bergantung pada penilaian orang lain. Akibatnya, mereka dapat merasa hancur secara emosional, kehilangan arah, atau lelah.

4. Merasa Terabaikan atau Tidak Dihargai

Anak tengah bukanlah contoh pertama atau terakhir dalam keluarga. Bahkan ada beberapa anak tengah yang ulang tahunnya jarang dirayakan dengan cara yang sama seperti kakaknya atau tidak diabadikan dengan cara yang sama seperti adiknya.

Jika pengalaman-pengalaman kecil ini berulang, mereka dapat menumbuhkan keyakinan bahwa keberadaan mereka tidak sepenting saudara lainnya. Mereka tumbuh dengan perasaan tidak dihargai dan kecenderungan untuk merasa tidak penting.

Dampak Sindrom Anak Tengah pada Kepribadian

Banyak anak tengah yang tumbuh menjadi orang yang kuat dan mandiri karena mereka tahu mereka tidak bisa selalu mengandalkan perhatian orang tua. Anak tengah terbiasa menjaga perasaan mereka sendiri dan menyelesaikan masalah sendirian.

Namun hal itu dapat berdampak negatif seperti, kesulitan mengekspresikan emosi secara terbuka, tidak mau meminta bantuan karena takut membuatnya dianggap lemah, dan cenderung overthinking atau merasa tidak cukup baik. Selain itu, anak tengah yang merasa tidak pernah benar-benar “dikenal” oleh keluarganya seringkali tumbuh menjadi orang yang mencari validasi di tempat lain, seperti melalui prestasi akademik, hubungan sosial di luar rumah, atau media sosial.

Cara Mengatasi Sindrom Anak Tengah

Sindrom anak tengah yang dialami bisa menimbulkan dampak yang serius dalam kehidupan sosial seseorang. Penting bagi kamu untuk tahu cara mengatasinya.

1. Komunikasi Sehat dalam Keluarga

Dalam lingkungan keluarga, peran orang tua sangat penting bagi pembentukan karakter seseorang. Orang tua sebaiknya mengetahui kebutuhan masing-masing anak dan menyesuaikan perlakuannya. Hal ini karena tidak semua anak bisa mendapatkan perlakuan yang sama.

Anak tengah biasanya perlu merasa didengar, dihargai, dan tidak hanya dijadikan penengah konflik. Mereka juga perlu dianggap kalau mereka ada dan perlu dianggap.

2. Mengenali dan Mengelola Perasaan Anak Tengah

Selain usaha dari orang di lingkungan sekitar, anak tengah juga sebaiknya bisa mengenali dan mengelola perasaan mereka. Anak tengah bisa belajar untuk mengidentifikasi pola pikir negatif yang berasal dari masa kecil, dan menciptakan batasan emosional yang sehat.

Selain itu, penyembuhan luka internal anak yang tidak terlihat dari luar dapat dibantu oleh terapi atau konseling.

3. Dukungan Emosional

Sangat penting untuk mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau saudara yang memahami peran anak tengah. Memiliki seseorang terpercaya untuk tempat bercerita dan bertanya saran adalah hal yang sangat penting sebagai support system.

Anak tengah dapat memperoleh kepercayaan diri dan rasa cukup sebagai dirinya sendiri dengan memiliki tempat aman untuk berkomunikasi.

Pengalaman sebagai anak tengah dapat membentuk kepribadian dan cara berpikir seseorang. Selama ada ruang diskusi terbuka, anak tengah dapat tumbuh menjadi orang yang kuat yang tahu cara menyeimbangkan perasaan dengan kenyataan.

Baca juga “Temenan Gak Serame Dulu? Circle Mengecil Itu Normal”